-->

FLS2N SMA 2019 Naskah Monolog Kayon

Naskah Monolog - SMA

Kayon

Arthur S Nalan


SUARA-SUARA ORANG (BERTERIAK)

Kayon Buyut hilang !

Kayon Buyut Hilang !

MUNCUL SEORANG PEMUDA DAN ATAU PEMUDI (TERGANTUNG KEPADA YANG MEMERANKAN). DIA BERKERUDUNG SARUNG LALU MENGGULUNGNYA DI PINGGANG.

Kayon Buyut hilang ?

(KEPADA PENONTON) Ada yang melihat orang lewat kemari ? (MENCARI JAWABAN) Astaga kenapa aku jadi pelupa ? (MENEPUK JIDATNYA) Di sini tak ada siapa-siapa, hanya sunyi dan sepi. Malam bencana bagi desa Smara, Kayon Buyut hilang. Padahal Kayon tersebut warisan dalang Panjimas yang meninggal di desa Smara. (BERPIKIR KERAS) Kira-kira siapa yang mencurinya ? (SEPERTI INGAT SESUATU) Pesta Tledek di Bale desa, ya aku curiga pada tledek yang baju merah. Senang larak-lirik pada Wak Barjan penjaga kabuyutan Smara yang menyimpan Kayon Buyut di dalam ruang Cupumanik. Pesta berakhir pagi hari, semua orang teler, Wak Barjan mabok pulang ke Kabuyutan Smara. Aku hanya tukang bantu-bantu menyapu, masak dan menyajikan makanan dan minuman bagi pengunjung Kabuyutan, aku suka dipanggil si Pekacar. Tapi ketika semua orang teriak : Kayon Buyut hilang ! Aku merasa terpanggil. Aku harus mencarinya. Tapi kemana ? Siapa pencurinya ? Tledek baju merah ? Ah, hanya dugaanku saja. Aku gak sempat tanya Wak Barjan, hanya kulihat dia terkapar tak sadarkan diri di dekat pintu ruang Cupumanik. Tapi dia pernah bilang (MERUBAH SUARA) : Heh Pekacar, kamu tahu apa yang harus dilakukan orang desa Smara ini kalau Kayon Buyut hilang ? (KEMBALI PADA SUARANYA) Apa Wak ? (KEMBALI MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Kamu pernah dengar lakon Ramatambak ? (KEMBALI PADA SUARANYA) Pernah Wak ! (KEMBALI MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Lakon Ramatambak jadi penting karena kamu senang Hanoman bukan ?

Aku mengangguk, ya aku senang tokoh Hanoman. Meski ksatria monyet tapi hatinya mulia dan penuh bakti pada kebenaran. Perjuangan Rama tak akan berhasil tanpa Hanoman. (BERDIRI) Aku si Pekacar sekarang jadi Hanoman, membuat tambakkayon. Aku harus mencari daun pisang yang harus kuanggap Tambakkayon ! (KAGET SENDIRI) Astaga aku sampai lupa, kalau aku suka bawa golok Cepot (TERTAWA) Golok Sinongnong namanya. (PENUH SEMANGAT) Aku cari pohon pisang, aku tebas tangkai daunnya untuk kujadikan Tambakkayon. (PERGI BERKELILING PANGGUNG) Kemana harus kucari kebun pisang, ah kuingat kebun pisang Mak Sapton. (BERHENTI) Ah, ini dia kebun pisang Mak Sapton. Ah itu lebar-lebar. (DAUN-DAUN PISANG DAPAT DIIMAJINASIKAN) Aku mulai menebas, satu (MENEBAS) dua (MENEBAS) tiga (MENEBAS) . Aku terus tebas daun-daun pisang yang lebar-lebar, tanpa terasa sudah terkumpul banyak. Aku membawanya lalu kususun menuju pulau Cemani yang berkabut, yang kemungkinan besar pencuri kayon buyut bersembunyi di sana. (MENYUSUNNYA DAN MULAI BERJALAN PERLAHAN TAPI PASTI).

(TIBA-TIBA MUNCUL BAJUL (BUAYA) Eiit kamu Bajul ! Mau apa menghalangiku, ayo pergi sana. Kamu mau makan aku ? Aku bukan Bontot Gendut anaknya Pak Gablig, aku Si Pekacar, nih golok Cepot ! (MENAKUT-NAKUTI) Astaga Si Bajul tidak takut golok, tiba-tiba dia menyerang, aku terpaksa bergumul dengan berguling-guling kecebur danau aku menyebut nama emaku: Mak tolong Kacar ! (BERDIRI) tiba-tiba Bajul menghilang, dan dihadapanku telah berdiri seorang Jagabaya Desa, Kang Samedin yang terkenal kuat dan berkumis baplang alias tebal hitam. (MERUBAH SUARA, SUARA SAMEDIN) Kacar ! Kamu pemberani ! Ayo aku bantu menyusun daun pisang ini ! (KEMBALI KE SUARANYA) Wah bagus ayo ! Kami menyerukan lagu semangat !

Bring reketek Kayontambak lancar !

Bring reketek Kayontambak lancar !

(TIBA-TIBA MUNCUL ULAR SANCA BESAR) Eiit kamu Sanca ! Mau apa menghalangi kami ! Ayo pergi sana ! (MERUBAH SUARA, SUARA SAMEDIN) Jangan takut, aku Samedin akan kucekik ! (KEMBALI KE SUARANYA) Kang Samedin bergumul dengan Sanca besar, dia dililit seperti Bima melawan Ular Nagabanda. Kang Samedin kalah tenaga, aku teriak sambil melemparkan golok Si Cepot ! Kang Samedin ini golokku !

(BERDIRI SEDIKIT BERGOYANG) Kang Samedin dengan trampil menangkap golok Si Cepot ! Golok sinongnong beraksi, dia bacok kedua mata ular Sanca besar itu, crak ! Crak ! Tiba-tiba Sanca besar menghilang, berganti rupa jadi Sawitri, anaknya Wak Citok yang suka jadi cah angon kebonya Wak Kadolin. (TERIAK) Witri ! Kamu bantu aku ? Ayo sedikit lagi kita sampai pulau Cemani ! Kami bertiga menyusun daun pisang menuju pulau Cemani. Sawitri menembang.

Urip iku judu bisa kaya semut

Nyawiji nganggo bebarengan

(Hidup harus seperti semut

Saling bersatu untuk bersama)

Akhirnya kita sampai di pulau Cemani. Kang Samedin bikin obor dengan cekatan, obor dinyalakan dengan benturan dua batu, percikannya meletik ke rumput kering, dan menyalalah obor-obor kami. Tiga obor menerangi sekitar kami, kami berjalan perlahan.

Aku di depan, karena aku yang ditugaskan menemukan pencuri Kayon Buyut. Kami berjalan perlahan (MENGELILINGI PANGGUNG) dan tampak sebuah cahaya seperti api unggun, kami perlahan mengendap-endap tetap berjarak. Kami padamkan obor-obor, supaya tidak mencurigakan. Tampak membelakangi kami seorang laki-laki tinggi besar berambut gondrong berpakaian hitam-hitam, berikat kepala sabrangan. Aku mengingat-ingat adakah laki-laki semacam ini di pertunjukan Ronggeng ketuk yang kusaksikan, seminggu yang lalu. Rasanya tak ada. (MERUBAH SUARA, SUARA SAMEDIN) Kacar kamu kenal dia ? (KEMBALI KE SUARANYA) tanya Kang Samedin padaku. Aku menggeleng. Kang Samedin kenal ? Dia menggelengkan kepala. Kamu Witri ? Witri mengangguk. Kamu kenal ? Witri menuliskan sebuah nama di tanah, kubaca: Sadagora. Kang Samedin kaget, lalu dia berbisik (MERUBAH SUARA, SUARA SAMEDIN) (BERBISIK) Aku tahu sekarang, dia seorang tamu yang datang dengan Wak Kowak, Kuwu desa sebelah, desa Bedul. (KEMBALI KE SUARANYA) Desa Bedul ? Kang Samedin mengangguk. Tiba-tiba dia bicara suaranya berat (MERUBAH SUARA, SUARA SADAGORA) Jangan grundang grendeng di tempat gelap, kemari berhimpun di api unggun. (KEMBALI KE SUARANYA) Kamu kaget bukan main, dia tahu kami ada. Luar biasa, ilmu apa yang dia punya. Kami akhirnya mendatanginya. Kami duduk dengan segala perasaan masing-masing dengan hati-hati, melingkar tapi berjarak. Tiba-tiba dia terbahak (MERUBAH SUARA DENGAN TERTAWA NGAKAK) (KEMBALI KE SUARANYA) Kemudian, Dia memandang kami satu persatu dengan pandangan senang, sama sekali tidak takut. Wajahnya keras, kumisnya lebih baplang dari Kang Samedin, dia juga berjanggut brewokan menggayut kuat didagunya. (MERUBAH SUARA) Kalian bertiga sangat berani datang ke pulau Cemani ini. Ini pulau yang dianggap sanget dan tak ada orang yang berani datang. (MERUBAH SUARA AGAK TENGE, SUARA WITRI) Kami berani, kamu mencuri Kayon Buyut ya ? (MERUBAH SUARA LAGI, SUARA SADAGORA) Bagus Cah angon Wadon ! Kalian tahu kenapa Kayon Buyut ada yang mencuri ? (KEMBALI KE SUARANYA) Aku tidak tahu, tapi kenapa harus dicuri, kenapa tidak dipandang saja seperti selama ini, semua orang kagum pada Kayon Buyut, termasuk pengunjung yang datang dari luar desa Smara. (MERUBAH SUARA, SUARA SADAGORA) Karena itu aku curi ! (KEMBALI KE SUARANYA) Jadi benar kamu curi ? Sadagora mengangguk campur tertawa tawa. Kenapa kamu curi ? (BERDIRI BERKELILING MEMERANKAN SADAGORA) Aku mencuri Kayon Buyut karena selama ini hanya dipandang dan dikagumi, tidak dimaknai seperti dulu oleh Dalang Panjimas. Dalang yang mengajarkan nilai-nilai adiluhung kepada semua orang, buka Kayon dengan indah, menampilkan lakon yang penuh simbol manusia yang beragam, tapi intinya yang jahat dan yang baik, juga ada yang munafik. Tokoh-tokoh wayang yang membayang-bayang diperkeliran sebagai cermin kehidupan. Sampai akhirnya tancap Kayon dengan mantap, di mana penonton pulang dengan riang, besoknya bekerja di sawah, di ladang dengan riang. Cah angon memandikan kebo-kebonya dengan senang. Pa Tani dan Bu Tani mengolah sawahnya dengan senang. Peladang datang keladangnya dengan senang. Pedagang pergi ke pasar berdagang dengan senang. Semua senang. Benar begitu kan ? (KEMBALI KE SUARANYA) Kami terpukau dengan omongan Sadagora yang melihat wayang sebagai cermin kehidupan. Kemudian dia melanjutkan lagi bicaranya (MERUBAH SUARANYA KEMBALI MEMERANKAN SADAGORA) Dalang Panjimas meninggal dunia, wayangnya bukan dijaga dan disimpan di pewarisnya, malah dijual lalu uangnya dibagi-bagi, untunglah seorang pembuat Jamu Mbok Tambi yang kemudian menikah dengan Karjan menawar Kayon milik dalang Panjimas dari tengkulak barang antik, semua tabungannya berpindah pada tengkulak itu. Lalu Mbok Tambi membuatkan cungkup Cupumanik di dalam komplek Buyut Smara. Karena dia anaknya Jurukunci Buyut Smara Mbah Legawa. Sejak itu Kayon itu disebut Kayon Buyut. (KEMBALI KE SUARANYA) Kami melongo tak bicara apa-apa. Sadagora tahu betul sejarah perjalanan Kayon Buyut. (MERUBAH SUARANYA KEMBALI MEMERANKAN SADAGORA) Jadi kalau aku curi Kayon Buyut untuk membuat orang desa Smara sadar tentang arti Kayon, lihat apa yang terdapat dalam Kayon ! (MENGAMBIL KAYON/BOLEH IMAJINASI BOLEH NYATA) Kalian amati baik-baik ! Kayon Gapuran ini diapit dua buta yang membawa gada atau pedang tameng kelihatan bagus. Ini artinya apa ? Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menjukan bahwa gapura harus dijaga, pintu menuju surga, dengan kekuatan gada, pedang dan tameng artinya tekad yang kuat, sekuat gada, sekuat tameng, dan setajam pedang. Pepohonan yang menuju ke atas, rindang dan bercabang cabang, artinya sejarah kehidupan yang bercabangcabang. Pepohonan bertumpuk karena sejarah juga bertumpuk, sambung menyambung menjadi satu. Kalau dipandang supaya kelihatan pisah, bisa berbeda dengan gambar lainnya. Gambar pepohonan besar ini dibawahnya bersambung dengan gambar kolam berair jernih, ada ikan berenang senang dan bahagia. Air lambang kehidupan, dan ikan lambang penghuninya. Di kiri kanan terlihat gunung gunung dengan pepohonan yang menunjukan naik turunnya pegunungan, llau dibatasi melingkar tepung gelang, jadi seperti bentuk gunung, karena itu Kayon suka disebut Gunungan. Lalu binatang-binatang yang hidup sebagai satwa, ciptaan Tuhan. Beragam dan indah, ada Banteng, ada harimau, ada monyet, Tuhan menciptakan mahluk lainnya selain manusia, yang harus dijaga dan dilindungi. Dan akhirnya sampai keujungnya, perjlanan sejarah manusia akhirnya tiba, pupus. (KEMBALI KE SUARANYA) Aku menatap kagum pada Sadagora. Kami bertiga saling pandang, lalu seperti sama pertanyaannya. Siapakah Sadagora ini ? (TIBA-TIBA KACAR BERTERIAK) Wuaah ! Basaaah !

(PANGGUNG BERUBAH KE DUNIA YANG NYATA)

(TERDENGAR SUARA PEREMPUAN) Dasar anak Gungclo, habis nonton wayang lupa sembahyang ! Sudah siang ! Wak Karjan pasti sudah menunggu di makam ! Kan mau ada ngunjung buyut, kamu bersih-bersih di sana !

Astaga, aku mimpi, Kayon Buyut dicuri, lalu ada Kang Samedin dan Witri, lalu Sadagora. Ah mimpi aneh, aku akan tanyakan pada Wak Karjan. (BANGKIT) (BERJALAN KELILING PANGGUNG) Aku berangkat ke Buyut Smara menemui Wak Karjan jurukunci Kabuyutan. Setibanya di Kabuyutan, aku melihat Wak Karjan sedang menyapu dengan sapu lidi besar yang biasa kupegang. Aku merebutnya sambil minta maaf. (SAPU BESAR SEBAIKNYA DIADAKAN) Maafkan Wak, aku lanjutkan Wak. Aku menyapu melanjutkan pekerjaan bersih-bersih, karena memang itu pekerjaanku. Aku menyapu dedaunan kering yang jatuh dari pohon Kiara Janggot yang lebat, memunguti bunga-bunga kemboja yang jatuh. Setelah selesai tugas, aku menemui Wak Karjan tengah membuka lawang cungkup Cupumanik yang menyimpan Kayon Buyut. (MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Car, kamu angin-angin Kayon Buyut ini ! (KAYON DAPAT DIWUJUDKAN DAN DIBAWA KE LUAR-KE SUDUT PANGGUNG) Ah, Kayon yang indah, aku angin-angin di dekat tunggul ini. (DITANCAPKAN DENGAN HATI-HATI) Apa yang dikatakan Sadagora dalam mimpi benar-benar terbukti. (MERUBAH SUARANYA, SUARA WAK KARJAN) Kenapa dipandang begitu seperti baru kenal saja sama Kayon Buyut ? (KEMBALI KE SUARANYA) Iya Wak, Wak kenal orang yang bernama Sadagora. (MERUBAH SUARANYA, SUARA WAK KARJAN) Sadagora ? Kamu dengar darimana ? (KEMBALI KE SUARANYA) Kesiangan bangun akibat nonton wayang di desa Paron, aku mimpi buruk, Kayon buyut dicuri. Lalu aku ingat pulau Cemani di tengah danau Seta. Aku mendengar suara Wak (TERIAK-TERIAK) Ramatambak-Kayontambak. Lalu aku dibantu Kang Samedin jagabaya yang tadinya Bajul, Juga sawitri cah angon yang tadinya Ular. Kami pergi ke pulau Cemani dengan tambak daun pisang. Kami bikin obor, sampai di pulau Cemani, kami mengendap-endap, dan obor dipadamkan. Tiba-tiba terlihat ada lelaki tinggi besar, yang duduk dekat api unggun, tahu kehadiran kami. Kami dipanggilnya, matanya tajam, kumisnya lebih tebal dari Kang Samedin Jagabaya, berjenggot lebat seperti pertapa. (MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Dia Sadagora ! (KEMBALI KE SUARANYA) Iya dia bernama Sadagora ! (MERUBAH SUARA, SUARA WAK KARJAN) Sadagora julukan kepada Eyang Panjimas, dalang adiluhung yang meninggal di desa Smara ini. Suaranya memikat, karena itu dia dijuluki masyarakat Sadagora, Sada artinya suara, Gora artinya besar. Kamu beruntung, kamu bakal dapat pulung ! (KEMBALI KE SUARANYA) Benar Wak ? (MERUBAH SUARANYA, SUARA WAK KARJAN) Lihat saja nanti.. !

Dua hari kemudian, Ngunjung Buyut di Kabuyutan Smara tiba, khidmat dan ramai. Aku benar-benar mendapat pulung, aku dipanggil ke kecamatan jadi pemuda pelopor.

Bandung, 23 Desember 2018

FLS2N SMA 2019 Naskah Monolog Kayon